Kaisar Romawi Pertama Sampai Terakhir
Kekaisaran Romawi Barat dan Timur
Pada abad ke-4, Kekaisaran Romawi secara efektif dibagi menjadi dua bagian: Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur (kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium) yang berpusat di Konstantinopel. Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M setelah serangkaian serangan dari suku-suku barbar seperti Visigoth dan Vandal. Namun, Kekaisaran Romawi Timur terus bertahan hingga jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 M.
Krisis pada Abad Ketiga (235 – 284)
uCatatan: Krisis abad ke-3 biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah keadaan kacau di Kekaisaran Romawi antara tahun 235 dan 284, yang hampir menyebabkan kehancuran Kekaisaran Romawi. Pada periode ini, Kekaisaran dipimpin oleh kira-kira 25 Kaisar. Periode ini dianggap berakhir setelah Diocletian berkuasa.
Struktur Kekuasaan Kaisar
Kaisar Romawi memiliki kekuasaan mutlak dalam berbagai aspek pemerintahan. Gelar resmi yang digunakan oleh seorang kaisar bervariasi sepanjang sejarah Romawi, dan sering mencerminkan kompleksitas kekuasaan yang dimilikinya:
Kaisar juga mengendalikan Senat, meskipun secara teknis merupakan badan legislatif tertinggi, kekuasaan senat secara bertahap berkurang di bawah kaisar.
Augustus bukanlah nama lahirnya
Augustus awalnya terlahir dengan nama Gayus Octavius, tetapi ia mengubah namanya menjadi Gayus Julius Caesar Octavianus, alias Octavianus, setelah diadopsi oleh paman buyutnya.
Tujuh belas tahun kemudian, Senat menghadiahinya dengan nama Augustus, yang berarti "Yang Terhormat." dan divi filius (putra dewa) Augustus tidak pernah menyebut dirinya monarkis atau diktator, dan ia hidup dalam lingkungan yang relatif sederhana. Namun karena ia mengumpulkan kekuatan tertinggi Romawi, para sejarawan kemudian menyebutnya sebagai kaisar pertama Roma.
Krisis Abad Ketiga dan Tetrarki
Setelah runtuhnya Dinasti Severa, Romawi mengalami masa krisis internal yang disebut Krisis Abad Ketiga (235–284 M), di mana terjadi pergantian kaisar yang cepat, invasi barbar, dan ketidakstabilan ekonomi. Untuk mengatasi krisis ini, Kaisar Diokletianus memperkenalkan sistem Tetrarki, di mana kekuasaan dibagi antara dua kaisar senior (augustus) dan dua kaisar junior (caesar). Sistem ini untuk sementara berhasil memulihkan stabilitas, tetapi tidak lama setelah pengunduran diri Diokletianus, kekuasaan kembali terpusat di tangan Konstantinus Agung.
Konstantinus Agung (324 – 337)
Empat Kaisar Baik (96 – 180)
Calon penerusnya selalu meninggal dengan misterius
Tanpa memiliki seorang putra, Augustus menghabiskan banyak waktu dan energi untuk mencoba mempersiapkan seorang penerusnya. Dia memusatkan perhatian awalnya pada keponakannya Marcellus, yang dinikahkan dengan Julia pada 25 SM. Tetapi Marcellus jatuh sakit dan meninggal beberapa tahun kemudian sekitar usia 21 tahun.
Selanjutnya, Augustus menyiapkan Agrippa, teman dan jendralnya, yang, meskipun 25 tahun lebih tua dari Julia, mereka kemudian memiliki tiga putra dan dua putri. Augustus mengadopsi dan membantu membesarkan dua anak lelaki yang lebih tua, Gayus dan Lucius.
Tetapi, lagi-lagi kematian menghampiri mereka. Yang pertama meninggal pada usia 23 setelah terluka di Armenia dan yang kedua meninggal pada usia 19 setelah tertular penyakit yang tidak diketahui di Gaul. Sedangkan putra ketiga Julia dan Agrippa, konon, penuh amarah dan akhirnya dikirim ke pengasingan.
Setelah kematian Agrippa, Augustus memaksa anak tirinya Tiberius untuk menceraikan istri tercintanya dan menikahi Julia, tetapi mereka hanya memiliki satu anak yang meninggal saat masih bayi.
Itulah fakta-fakta kehidupan sang kaisar pertama Romawi, Octavianus Caesar Augustus.
Baca Juga: 8 Fakta Sergey Kirov, Tokoh Besar Uni Soviet yang Dibunuh
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berikut ini adalah daftar kaisar Romawi dari Caesar (59 SM) hingga kaisar tunggal terakhir, Theodosius I (392 – 395), sebelum kekaisaran Romawi pecah menjadi kekaisaran Romawi Barat dan kekaisaran Romawi Timur:
Catatan: Tahun yang tertulis adalah tahun jabatan (bukan tahun kelahiran – kematian)
uCatatan: Krisis abad ke-3 biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah keadaan kacau di Kekaisaran Romawi antara tahun 235 dan 284, yang hampir menyebabkan kehancuran Kekaisaran Romawi. Pada periode ini, Kekaisaran dipimpin oleh kira-kira 25 Kaisar. Periode ini dianggap berakhir setelah Diocletian berkuasa.
Catatan: Konstantinus II dan Konstans kemudian tewas, meninggalkan Konstantius II sebagai penguasa tunggal.
Kaisar Romawi Suci (bahasa Jerman: Römisch-deutscher Kaiser, bahasa Latin: Romanorum Imperator) adalah penguasa dari Kekaisaran Romawi Suci. Dari otokrasi pada masa Karolingia gelar ini berevolusi menjadi sebuah Monarki pemilihan. Di mana yang berhak memilih adalah para Pangeran-elektor. Ada juga sebuah Reformasi di mana dalam pemilihan kaisar (imperator electus) dibutukan juga izin dari Paus sebelum bisa bertakhta dengan gelar tersebut.
Mereka yang menyandang gelar ini memiliki hubungan dengan takhta Kerajaan Jerman dan Kerajaan Italia (Kekaisaran Italia Utara).[1][2][3] Berdasarkan Teori, Kaisar Romawi Suci adalah primus inter pares (yang pertama di antara yang sejajar) di antara monarki-monarki Katolik Roma; dalam praktiknya, seorang Kaisar Romawi Suci hanya berpengaruh pada pasukan yang ia punya dan para aliansinya.
Beberapa wangsa yang ada di Eropa, dalam waktu berbeda secara turun temurun menjadi pemegang gelar ini, terutama pada masa Habsburg. Setelah Reformasi Protestan, beberapa negara pembentuk kekaisaran ini berubah haluan menjadi Protestan, walaupun Kekaisaran Romawi Suci tetap berhaluan Katolik. Gelar ini dihapus oleh Franz II yang merupakan kaisar terakhir. Gelar ini dihapus karena dampak dari Perang Napoleon.
Informasi lebih lanjut:
Gelar ini ada dari masa kekuasaan Konstantinus I, pada abad ke-4 Masehi sebagai Kaisar Romawi, yang dikenal sebagai pendukung dan pelindung Kristen. Gelar Kaisar ini menjadi tidak berlaku di Eropa Barat setelah Romulus Augustulus turun takhta pada tahun 476. Di timur, gelar dan hubungan antara Kaisar dan Gereja berlanjut hingga tahun 1453, saat kekaisaran jatuh ke tangan Kesultanan Ottoman. Sedangkan di barat, gelar Kaisar (bahasa Latin: Imperator) di huidupkan kembali pada tahun 800, bersamaan dengan adanya bentuk kerjasama antara kekaisaran dan kepausan. Seiring dengan pertumbuhan kekuasaan Paus selama Abad Pertengahan, pihak paus dan kekaisaran mengalami konflik yang disebabkan tumpang tindih administrasi dan kebijakan gereja. Yang terkenal salah satunya adalah, Kontroversi Penobatan, yang terjadi antara Henry IV dan Paus Gregorius VII.
Setelah Charlemagne dimahkotai sebagai Kaisar Romawi (bahasa Latin: Imperator Romanorum) oleh Paus, keturunan dan penerusnya mempertahankan gelar ini hingga kematian Berengar I dari Italia pada tahun 924. Tidak ada Paus lagi yang menunjuk Kaisar hingga penobatan Otto yang Agung pada 962. Di bawah Otto dan para penerusnya, banyak dari bagian Kekaisaran Karolingia, yaitu Kerajaan Francia Timur jatuh ke tangan Kekaisaran Romawi Suci. Beberapa pangeran Jermanik memilih salah satu rekan mereka (sesama pangeran) menjadi Raja Jerman, setelah itu ia akan di mahkotai sebagai Kaisar oleh Paus. Setelah penobatan Karl V, semua kaisar secara resmi adalah pilihan kekaisaran karena penobatan oleh Paus dirasa kurang resmi.
Istilah sacrum (atau "suci") yang berkaitan dengan Kekaisaran Romawi pada abad pertengahan pertama kali digunakan pada tahun 1157 di bawah Frederick I Barbarossa.[4] Karl V adalah Kaisar Romawi Suci terkahir yang dimahkotai oleh Paus (1530). Dan Kaisar Romawi Suci terpilih terakhir, Francis II, turun takhta pada 1806 saat Perang Napoleon.
Acuan penobatan yang digunakan dalam gelar ini adalah Kaisar Romawi Augustus (Romanorum Imperator Augustus). Saat Charlemagne dimahkotai pada tahun 800, ia memiliki gaya gelar "Augustus yang paling menentramkan, dimahkotai Tuhan, Kaisar yang hebat dan meneduhkan, memerintah Kekaisaran Romawi" sehingga muncul unsur-unsur "Suci" dan "Romawi" di gelar kekaisaran. Kata Suci ini meskipun dikenal luas, tidak pernah digunakan dalam dokumen resmi.[5]
Kata Romawi sendiri adalah refleksi dari prinsip translatio imperii (transfer kekuasaan) yang menganggap Kaisar Romawi Suci dari kalangan Jermanik adalah pewaris gelar Kaisar dari Kekaisaran Romawi Barat, meskipun sebenarnya keberlanjutan itu ada di Kekaisaran Timur.
Daftar ini mencakup semua Kaisar Kekaisaran Romawi Suci, baik apakah mereka menggunakan gelar Kaisar Romawi Suci atau tidak. Banyak beberapa pengecualian terkait daftar ini. Contohnya, Heinrich sang Pemburu Burung adalah Raja Jerman namun bukan seorang Kaisar. Kaisar Heinrich II masuk ke daftar karena ia menjadi suksesor Raja Jerman. Dinasti Guideschi masuk ke daftar sebagai pemegang kekuasaan Kadipaten Spoleto.[butuh rujukan]
Historiografi tradisional mengklaim keberlanjutan antara Kekaisaran Karolingia dan Kekaisaran Romawi Suci. Hal ini ditolak oleh beberapa sejarawan modern, yang menyatakan bahwa pendirian Kekaisaran Romawi Suci adalah pada tahun 962.[butuh rujukan] Para Kaisar sebelum tahun 962 adalah:
Tidak ada kaisar pada priode 924 hingga 962.
Berikut ini adalah daftar kaisar Romawi dari Caesar (59 SM) hingga kaisar tunggal terakhir, Theodosius I (392 – 395), sebelum kekaisaran Romawi pecah menjadi kekaisaran Romawi Barat dan kekaisaran Romawi Timur:
Catatan: Tahun yang tertulis adalah tahun jabatan (bukan tahun kelahiran – kematian)
Dia pernah mengasingkan putrinya sendiri
Sebagai pendukung nilai-nilai tradisional, Augustus membangun dan memperbarui banyak kuil selama masa pemerintahannya, mendorong perkawinan dan persalinan. Namun pada 2 SM ia harus menerima kenyataan jika putri satu-satunya, Julia, telah berhubungan di luar nikah dengan banyak pria berpengaruh, termasuk putra Mark Antony. Akibatnya, ia pun mengasingkan anaknya itu ke pulau berbatu Ventotene.
Meskipun kemudian dia mengizinkannya untuk pindah ke tempat yang tidak begitu terisolasi, di mana dia tidak pernah melihatnya lagi. Augustus juga membuang cucunya karena tuduhan perzinahan, meskipun dalam kedua kasus tersebut para sejarawan percaya ada faktor-faktor tambahan yang mungkin berperan.
Warisan Kaisar Romawi
Warisan kaisar Romawi tetap hidup dalam sejarah Eropa dan dunia. Gelar "kaisar" digunakan dalam berbagai bentuk oleh penguasa lain sepanjang sejarah, seperti "Kaiser" di Jerman dan "Tsar" di Rusia, yang keduanya secara etimologis berasal dari "Caesar." Kekaisaran Romawi juga meninggalkan warisan hukum, seni, arsitektur, dan konsep pemerintahan yang terus mempengaruhi dunia modern hingga saat ini.
Berikut ini adalah daftar beberapa kaisar Romawi yang paling berpengaruh:
Romulus Augustus secara luas diakui sebagai Kaisar Romawi yang terakhir. Masa kepemimpinannya singkat, ia dianggap sebagai aib Romawi. Apa sebabnya?
Nationalgeographic.co.id - Romulus Augustus secara luas diakui sebagai Kaisar Romawi yang terakhir. Pengunduran dirinya menandai jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat. Kaisar yang masa kepemimpinannya singkat ini dianggap aib dan menjadi bahan cemoohan bangsanya. Apa sebabnya?
Namanya yang jadi bahan cemoohan
Romulus Augustus kerap menjadi sasaran banyak ejekan di masanya berkat namanya. Romulus adalah raja pertama Roma yang legendaris dan Augustus adalah kaisar pertama Romawi yang membawa banyak kebaikan.
Untuk mengejek sang kaisar, namanya sering diubah dengan tidak hormat oleh publik. Misalnya, Romulus diubah menjadi Momyllus yang artinya aib kecil. Sedangkan Augustus diubah menjadi Augustulus atau Augustus kecil (kaisar kecil). Versi terakhir inilah yang melekat padanya sepanjang sejarah, bahkan hingga kini. Banyak sejarawan yang menyebut kaisar terakhir Romawi ini dengan nama Romulus Augustulus alih-alih nama aslinya.
Benarkah Romulus Augustus adalah kaisar Romawi yang sah?
Memakai nama pendiri Roma dan kaisar pertamanya, Romulus Augustus secara luas dianggap sebagai kaisar terakhir Kekaisaran Barat. Berusia empat belas tahun pada aksesi, ia dipaksa untuk turun takhta hanya sepuluh bulan kemudian. Kisahnya identik dengan kejatuhan kekaisaran yang pernah jaya di masanya itu.
Dideklarasikan sebagai kaisar pada 31 Oktober 475 Masehi di Ravenna, ada beberapa perdebatan mengenai apakah gelar Romulus itu sah. Dia dianugerahi kekuasaan setelah kudeta militer yang diprakarsai oleh ayahnya, Jenderal Orestes. “Namun, kaisar yang digulingkan, Julius Nepos, masih hidup di pengasingan, di Dalmatia,” tulis Natasha Sheldon di laman History and Archaeology Online.
Baca Juga: Elagabalus, Kaisar Romawi yang Paling Iseng dan Penuh Lelucon
Baca Juga: Sebelas Perbuatan Paling Mesum yang Pernah Dilakukan Kaisar Romawi
Baca Juga: Mengenal Messalina, Istri Kaisar Romawi Claudius yang Hobi Selingkuh
Oleh kaisar dari kekaisaran Romawi Timur, Leo dan Zeno, Nepos diangkat menjadi kaisar Romawi Barat. Maka, meski masih dalam pengasingan, mereka terus menganggapnya sebagai kaisar. Sayangnya, Nepos memiliki sedikit dukungan di barat.
Setelah Orestes merebut kekuasaan, Nepos melarikan diri dari Italia dan senat Romawi menganggap ini sebagai bukti pengunduran dirinya. Terlepas dari dukungan Romawi Timur, Leo dan Zeno tidak menawarkan bantuan kepada Nepos untuk memulihkan namanya.
Agustus Kecil dan kemunduran Romawi
"Sayangnya, semua upaya tidak membuat Romulus menjadi kaisar yang kredibel," tambah Sheldon. Orestes memasang putranya sebagai “bonekanya”. Sebagai “kaisar boneka”, Romulus tidak membuat keputusan yang bermanfaat. Alih-alih membawa kebaikan bagi Romawi seperti kaisar yang namanya ia sandang, Romulus Augustus hanya meninggalkan jejaknya melalui beberapa koin yang dicetak.
Orang-orang sezaman juga memandang bocah itu dengan tidak hormat. Beberapa menyebutnya sebagai “Augustulus” atau Augustus kecil, menunjukkan ketidakpentingannya. Lainnya menyebut ia sebagai Momyllus atau aib kecil.
Namun “aib kecil” cocok dengan kekaisaran dan kepemimpinannya. Pengaruh Romawi telah berkurang. Saat ia memimpin, wilayah Romawi Barat membentang tidak lebih jauh dari Italia dan sebagian Galia.
Banyak pemilik tanah Romawi di luar Italia terpaksa menyerahkan tanah mereka kepada sekutu Jerman yang melanggar batas. Orestes mempertahankan kekuasaannya melalui perjanjian dengan tentara bayaran barbar yang membantunya melakukan kudeta. Dalam perjanjian itu, ia menyerahkan sebagian wilayah kepada tentara barbar. Ketika dia membatalkan tawarannya, Odovacar, salah satu perwira Jermannya, melawannya.
Dihadapkan dengan pemberontakan skala luas, Orestes mundur ke balik tembok kota Ticinum (Pavia) yang dibentengi dengan baik. Namun pemberontakan itu tidak akan berlangsung singkat. Ticinum dikepung dan Orestes dibawa ke Placentia untuk dieksekusi pada Agustus 476 Masehi.
Setelah itu, Odovacar memaksa Romulus untuk turun takhta pada tanggal 4 September 476 Masehi. Kaisar yang digulingkan itu pensiun dan diasingkan ke sebuah istana di Misenum di Campania. Tanggal kematiannya tidak diketahui. Meskipun beberapa catatan menunjukkan bahwa dia mungkin masih hidup pada tahun 507-511 Masehi.
Akhir dari Romulus Augustus ini dianggap menjadi penutup bagi Kekaisaran Romawi Barat.
78% Daratan di Bumi Jadi Gersang dan Tidak akan Pernah Basah Kembali
Dalam sejarah pemerintahan Romawi Kuno, Julius Caesar dipandang sebagai salah satu pimpinan terbaik. Sebelum tragedi pembunuhannya, ia telah mempersiapkan seseorang untuk menjadi pemimpin Romawi selanjutnya, ia adalah Octavianus Augustus.
Meski sempat diragukan kepemimpinannya, Augustus kemudian bertransformasi sebagai seorang pemimpin ulung dan menjadi sosok kaisar pertama dalam sistem pemerintahan kekaisaran Romawi. Di bawah aturannya, Romawi berhasil merengkuh banyak kemenangan dan kemajuan.
Di balik itu semua, ia pun memiliki kisah hidup yang menarik. Berikut fakta-faktanya.